Bintang-bintang Bintang
Bintang termenung sendirian di kamarnya, dia ragu akan perasaannya sendiri. Akhir-akhir ini dia merasa nyaman jika di dekat Arey, cowok berkacamata minus yang menjabat ketua kelas di kelas Bintang. Tak ada yang istimewa pada cowok itu, tubuhnya jangkung dan kurus. Mengherankan memang seorang Bintang yang menjadi bintang sekolah bisa merasa nyaman di dekat Arey, Bintang memang punya segalanya, dia cantik, pintar, baik dan tubuh semampainya yang membuat dia semakin mempesona.
Sejak Arey menjadi orang pertama yang menolongnya saat dia tak sadarkan diri, dia semakin tertarik pada Arey. Arey selalu baik pada Bintang, perhatian, dan selalu membela Bintang saat dia merasa lemah. Bintang menyadari, jika ia benar-benar jatuh cinta pada cowok itu. Cowok yang menurut teman-temannya tak punya kelebihan apa-apa, dibandingkan dengan cowok-cowok yang ada di sekolah Bintang.
“Kalau ada apa-apa dengan kamu, aku akan selalu ada di sampingmu!” masih terngiang kalimat Arey siang tadi, saat dia tak bisa mengangkat kursi tak bertuan yang menghalangi tempat duduknya, Bintang tersenyum simpul. Dia ingin Arey juga merasakan apa yang dia rasakan. Dia ingin Arey lebih dari sekadar teman.
“Kring…kring…!” terdengar dering telepon di ruang tengah, Bintang segera berlari untuk mengangkatnya.
“Halo, ini siapa?”
“Bintang, ini aku, Arla!” jawab penelpon itu, Arla dia sahabat Bintang, sejak SMP dan sekarang mereka satu SMA.
“Ada apa, La? Mau tanya PR?”
“Enggak… gak ada apa-apa kok, aku cuma ingin ngomong kalau besok malam keluargaku ada pesta kecil-kecilan, ya… acara tunangannya Kak Revy. Kamu bisa datang, kan?”
“Ehm… ya udah deh aku usahain!” jawab Bintang memberi harapan.
“Ya udah, aku tunggu besok ya! Bye…” kata Arla dan mengakhiri teleponnya.
Bintang bernapas panjang, dia sebenarnya tak begitu suka dengan acara pesta, tapi dia merasa tak enak dengan Arla. Dia teringat Arey lagi, dia tahu jika hati Arey sudah Ia berikan untuk orang lain, namun dia juga tak bisa menahan perasaannya pada Arey. Bukankah cinta tak bisa dipaksakan?
* * *
Dilihatnya Arey tersenyum padanya, Bintang membalas senyuman itu, dengan hati yang berdebar dia memasuki kelas yang hanya ada mereka berdua. Dipandangnya mata indah Arey sekali lagi, di sana Bintang menemukan kesejukan yang luar biasa. “Andaikan Arey tanpa kacamata itu, mata indahnya pasti akan terlihat dengan jelas” Bintang berkata dalam hatinya. Dia begitu mengagumi sosok Arey yang menurutnya hanya dia orang yang bisa mengaduk-aduk hatinya.
“Bintang…” panggil Arey tanpa ada kelanjutannya, Bintang menoleh pada Arey.
“Bint…a..aku…” Arey berkata tapi terpotong dengan adanya Arla.
“Bintang! Gimana kamu jadi ikut kan nanti malam?” tiba-tiba Arla muncul dari belakang.
“Iya jadi kok!” jawab Bintang singkat kemudian dia duduk di bangku yang hampir enam bulan ia duduki dan menjadi saksi bisu akan kekagumannya pada Arey.
“Bint.. kamu ngerasa gak sih kalau Arey punya perhatian lebih ke kamu?” tiba-tiba Arla menanyakan sesuatu yang hampir membuat bom waktu di hatinya meledak.
“Ehm…A..Arey…ya? Kayaknya dia juga baik ke siapa saja dan perhatian ke siapa saja, dia kan ketua kelas jadi wajar dong kalau dia melakukan itu!” Bintang mengatur napasnya agar tak terlihat oleh Arla.
“Enggak Bint, dia beda perhatiannya ke kamu! Yang Arey berikan ke kamu itu perhatian cinta Bint…!” Arla tetap pada pendiriannya.
“Udahlah La.. kamu jangan berlebihan. Arey udah punya pacar, aku gak mau berharap terlalu jauh ke dia!” jawab Bintang pasrah, dia tahu Arla sahabat yang baik tapi dia tidak mau Arla terbebani dengan cintanya.
“Aku tahu, dia udah punya pacar tapi aku juga tahu kamu sayang dia kan?” Arla menebak pikiran Bintang, yang tak meleset sedikitpun dari kenyataannya. Bintang hanya mengangguk pelan, hanya Arla yang dia percaya untuk mendengarkan semua rahasianya.
“Oh…Bintang!” dipeluknya Bintang dengan sangat erat, Arla tahu sahabatnya sedang jatuh cinta. “Kamu tenang aja ya! Kayaknya sih dia udah putus sama pacarnya yang dulu!” Arla menghibur Bintang.
* * *
“Ya… Arla harus segera dibawa ke dokter spesialis kanker otak, kalau tidak mau penyakitnya bertambah parah!” tak sengaja Bintang mendengar obrolan mama Arla dan kak Ady, kakak Arla yang baru pulang dari Austria.
“Jadi Arla sudah menderita kanker otak stadium akhir?!?” kata kak Ady setengah berteriak. Bintang lemas mendengar obrolan itu. Hampir saja gelas yang dipegangnya jatuh, kalau saja Arla tidak datang.
“Bintang kamu ngapain di sini? Pestanya di luar!” tanya Arla dengan bingung.
“La… aku mau ngomong ma kamu!” Bintang menggandeng tangan Arla dengan erat.
“Ada apa Bint…?” Arla masih tidak mengerti dengan maksud Bintang yang menjadi aneh.
“La kenapa sih kamu? Enggak ngomong ke aku kalau kamu punya kanker otak?” Bintang menahan tangis yang hampir menetes.
“Bin…tang! a..aku merasa…”
“Merasa apa La? Kamu takut?! Kalau aku merasa terbebani?”
“Maafin aku Bint! Aku gak tahu harus ngomong apa ke kamu!” Arla menangis, butiran-butiran lembut menetes membasahi pipinya yang terpoles dengan make-up tipis.
“Enggak ada yang perlu minta maaf, aku cuma kecewa kenapa kamu gak cerita dari dulu?” Bintang pun menangis.
“Udah Bint, gak ada yang perlu di tangisin hidup dan mati hanya urusan Tuhan!” Arla mengusap air mata yang sejak tadi bersemayam di atas pipi merahnya. Dan mengajak Bintang keluar untuk merayakan pesta tunangan.
“A…Rey!” panggil Bintang pada sosok yang diyakininya sebagai Arey, cowok yang hadir dalam setiap mimpi-mimpinya.
“Bin…tang!” cowok itu menjawab, dan benar dugaan Bintang, dia Arey.
“Kamu ngapain ke sini?” tanya Bintang pada Arey.
“Oh…aku, aku ke sini karena aku adiknya tunangannya kakaknya Arla!” jawab Arey dengan tersenyum menggoda, dan itu baru dilihat Bintang kali ini.
“Ih…kamu apaan sih!” Bintang tertawa ceria, dia ingin selalu berada dalam suasana seperti ini.
“Lihat itu Bintang! Ada banyak bintang!” Arey menunjuk langit yang terang karena bulan purnama, dan begitu banyak bintang-bintang yang tersebar di langit luas.
“Bagus banget ya! Aku selalu iri pada mereka, kenapa aku dilahirkan dengan nama yang sama, ‘Bintang’ tapi aku tak bisa seperti mereka yang selalu menerangi malam dengan sinarnya yang terang!” Bintang berkata dengan tetap memandang langit yang bertabur bintang tanpa memperhatikan Arey yang sejak tadi menatap wajah cantiknya.
“Ya…mereka selalu indah! Bahkan indah sekali! Kamu lihat kan bintang yang paling terang itu?” tanya Arey yang kemudian mengajak Bintang duduk di atas rerumputan hijau, di belakang rumah Arla.
“Ya..aku melihatnya, kamu tahu itu siapa?”
“Itu bintang Sirius dia ada di rasi Canis Major, berada di belahan langit selatan! Dia adalah bintang terterang di langit, kecerlangan semu bintangnya mencapai minus satu skala magnitudo!” jawab Arey tenang, diam-diam Bintang mengagumi pengetahuan Arey, dia tidak pernah menyangka jika Arey tahu banyak tentang bintang.
“Minus satu? Kok malah terang? Bukannya malah redup?” tanya Bintang polos.
“Magnitudo mutlak menyatakan kecerlangan Bintang, semakin kecil nilainya, semakin terang bintang yang dimaksud!” Arey membalas kepolosan Bintang hanya dengan senyuman.
“Kamu tahu banyak ya, tentang bintang?” tanya Bintang kemudian.
“Aku suka dengan bintang, menurutku dia bisa mencapai tempat tertinggi di langit tapi dia tetap bisa memberikan manfaat untuk orang yang lebih rendah tempatnya!”
“Kamu kedinginan ya?” tanya Arey pada Bintang, karena ia melihat Bintang hanya memakai gaun hitam. “Nih pakai jasku biar kamu enggak kedinginan!” Arey memakaikan jasnya di atas pundak Bintang.
“Kamu suka dengan seluruh benda di angkasa?” tanya Bintang sambil membetulkan letak jas Arey di tubuhnya.
“Ya aku suka dengan semuanya!”
“Termasuk bulan?”
“Ya termasuk juga bulan, tapi aku paling suka dengan bintang!”
“Kenapa? Bukankah bulan letaknya sama seperti bintang, malahan bulan jauh lebih terang daripada bintang!” Bintang mencoba memberi argumennya tentang bulan.
“Bulan memang jauh lebih terang dari bintang tapi bulan hanya sendiri, tak ada teman yang menemani. Bulan punya fase-fase dimana dia akan pergi menjadi bulan sabit dan datang sebagai bulan purnama!” Arey mencoba menjelaskan pada Bintang, Arey benar, bulan adalah benda paling terang setelah matahari.
“Maksud kamu, bulan tidak setia pada bintang?” Bintang bertanya pada Arey.
“Ya…bisa dibilang begitu, bintang selalu menemani bulan, sedangkan bulan ada saat-saat tertentu untuk dia pergi!”
“Bintang…ada yang mau aku omongin ke kamu!” Arey berkata dengan hati-hati.
“Udah ngomong aja!” pinta Bintang dengan menatap Arey dalam. Dia berharap kata cinta akan terluncur dari bibir Arey.
“Bint…I……”
“La…!!! Bangun La!!! “ terdengar jeritan dari dalam rumah, Bintang dan Arey segera berlari.
“Ar….la!!!!!” Bintang menjerit melihat Arla tergeletak tak sadarkan diri.
Arla terlalu capek, dia kurang istirahat dan daya tahan tubuhnya lemah, dia harus segera dibawa ke rumah sakit.
* * *
Hari ini, Bintang menjenguk Arla yang berada di Rumah Sakit Asa Jaya. Bintang sendirian tanpa Arey, dan juga teman sekelasnya. Bintang langsung saja menuju kamar no 174, dibayangkannya wajah pucat Arla, dia ingin menangis jika membayangkan Arla, sahabatnya pergi meninggalkannya sendiri.
Kali ini bayangan Arey, hampir tak terlintas di benaknya, yang dipikirkannya hanyalah Arla, Arla dan Arla! Kanker otak bukanlah penyakit biasa, ini berpeluang besar merenggang nyawa seseorang yang menderitanya.
“Udahlah Rey! Kita teruskan saja ini, kita sudah terlanjur, kasihan Bintang jika ia harus tahu ini semua, pasti dia akan sakit! Dia sudah berharap banyak pada kamu! Dia sayang kamu Rey!” terdengar suara Arla lemah, Bintang yang hampir membuka pintu kamar Arla, mengurungkan niatnya, kerena terhalang oleh percakapan dua orang yang dicintainya terlihat begitu serius. Bintang memilih tetap di luar kamar.
“Tapi…kamu akan sakit La! Sakit lahir batin!” Arey memegang erat tangan Arla. Seperti pemandangan yang di luar kebiasaan mereka berdua, Bintang tak tahu ada apa dengan mereka berdua.
“Rey, kamu tenang aja! Bukankah kita udah putus?” kalimat Arla yang membuat Bintang terkejut. Dia tidak pernah menyangka jika Arla pernah jadian dengan Arey. Antara ingin marah dan juga menangis, Bintang tertunduk lesu di luar.
“Iya tapi La…”
“Kamu juga sayang kan sama Bintang, kamu bahagia kan jika bersama Bintang?”
“Aku memang sayang sama Bintang, tapi aku tak bisa meninggalkan kamu dalam keadaan seperti ini, La!”
“Rey.. izinkan aku melihat dua orang yang aku cinta bahagia! Sebelum aku pergi untuk selamanya.”
Bintang tak kuasa menahan ini semua, diletakkannya bunga mawar putih di depan pintu kamar, dan dia pergi meninggalkan mereka berdua. Sakit hati Bintang, namun dia lebih sakit jika melihat sahabatnya terluka, dia tak ingin mengecewakan niat tulus sahabatnya yang ingin melihatnya dan Arey bahagia. Cinta sejati adalah ketika dia mencintai orang lain, kita masih mampu berkata ‘aku turut bahagia melihatmu dengannya’
* * *
“Bintang! Selamat beasiswa kamu ke Jepang bisa terealisasikan, kamu berangkat bulan depan. Semua biaya sekolah dan biaya hidup telah ditanggung oleh pemberi beasiswa!” Kata Bu Hanie, wali kelas Bintang.
“Terima kasih, Bu! Mudah-mudahan saya tidak mengecewakan sekolah ini Bu!” Bintang menyalami Bu Hanie. Hati Bintang merasa senang, sekolah ke Jepang adalah impian Bintang sejak kecil, dia ingin membantu keterpurukan negara Indonesia dengan pikirannya kelak.
Bintang keluar dari ruangan Bu Hanie, dilihatnya Arey menunggunya di luar, dia mencoba menghindar. Karena dia ingin melupakan Arey dari hatinya, dia tak mungkin merebut Arey dari Arla sahabatnya sendiri.
“Bintang!! Tunggu aku!!” panggil Arey tapi Bintang tak peduli dengan panggilan itu, dia tetap berjalan.
“Bintang!!!” kali ini Arey sudah ada di samping Bintang. “ Bintang kamu kenapa? Akhir-akhir ini kamu seakan menghindar dari aku?” tanya Arey serius.
“Rey, aku sudah tahu semuanya! Kamu pernah jadian kan sama Arla, trus Arla meminta kamu buat deketin aku! Dan ternyata aku benar-benar jatuh cinta sama kamu!” Bintang mengeluarkan isi hatinya, yang beberapa hari ini mengganjal di hatinya.
Bintang tak pernah marah pada Arla, karena ia tahu Arla ingin yang terbaik untuk Bintang. Dan tak bisa dipungkiri sampai pada saat ini Bintang masih sayang pada Arey.
“Bintang, maafkan aku! Aku melakukan ini semua untuk Arla, dia ingin melihatmu bahagia sebelum dia pergi! Dan aku tak ingin melihatnya kecewa di detik-detik terakhirnya.”
“Udah Rey, gak ada yang perlu dimaafkan, kamu gak salah. Kembalilah pada Arla Rey, aku yakin dia masih sayang kamu! Sampaikan maaf dan pesanku pada Arla karena bulan depan aku akan pergi ke Jepang, beasiswaku dikabulkan dan hari-hari ini aku harus mempersiapkan semuanya!” Bintang kemudian pergi meninggalkan Arey seorang diri, dia berpikir Arla jauh lebih pantas mendapatkan Arey.
* * *
Malam ini, malam terakhir Bintang di Indonesia, dia termenung sendiri, menatap langit malam yang penuh bintang. Arla sudah kembali pada Arey, itu membuat Bintang tenang untuk meninggalkan negeri tercinta ini. Meskipun sisa-sisa cintanya pada Arey masih ada, namun dia tetap bisa tersenyum melihat mereka berdua bahagia.
“Tataplah bintang di langit, kelak kamu akan merasa tenang!” teringat ucapan Arey saat mereka masih bersama. Bintang sekali lagi memandang bintang-bintang di langit, dia merasa mereka tersenyum, menari, menyanyi dan tertawa lepas di atas sana.
Bintang Sirius masih tetap berdiri kokoh di atas sana. Rasi Centaurus itu satu-satunya rasi yang dikenal Bintang, letaknya pada pukul empat dari letak bintang Sirius. Ya…nama-nama bintangnya selalu di ingat oleh Bintang, ada Alpha, Beta, Epsilon, Zeta, Mu, Nu, Theta, Iota, Gamma, Tau, Delta, dan Mimosa. Yang hampir semuanya menggunakan abjad Yunani.
Dikembangkannya senyum manisnya, tak sabar ia menanti hari esok yang menjadi sebuah awal dari perjalanan hidupnya. Dan juga akhir kisah cintanya dengan Arey. Tiba-tiba ia teringat Kelvin, cowok yang tadi siang menyatakan cintanya pada Bintang, ya sejak ia dan Arey tak lagi bersama, Kelvinlah yang sedikit bisa membuat tawanya hadir kembali dalam hidupnya. Bintang akan mencoba memulai lagi kisah cintanya, dia ingin bisa menerima Kelvin seperti ia menerima Arey.**
Sejak Arey menjadi orang pertama yang menolongnya saat dia tak sadarkan diri, dia semakin tertarik pada Arey. Arey selalu baik pada Bintang, perhatian, dan selalu membela Bintang saat dia merasa lemah. Bintang menyadari, jika ia benar-benar jatuh cinta pada cowok itu. Cowok yang menurut teman-temannya tak punya kelebihan apa-apa, dibandingkan dengan cowok-cowok yang ada di sekolah Bintang.
“Kalau ada apa-apa dengan kamu, aku akan selalu ada di sampingmu!” masih terngiang kalimat Arey siang tadi, saat dia tak bisa mengangkat kursi tak bertuan yang menghalangi tempat duduknya, Bintang tersenyum simpul. Dia ingin Arey juga merasakan apa yang dia rasakan. Dia ingin Arey lebih dari sekadar teman.
“Kring…kring…!” terdengar dering telepon di ruang tengah, Bintang segera berlari untuk mengangkatnya.
“Halo, ini siapa?”
“Bintang, ini aku, Arla!” jawab penelpon itu, Arla dia sahabat Bintang, sejak SMP dan sekarang mereka satu SMA.
“Ada apa, La? Mau tanya PR?”
“Enggak… gak ada apa-apa kok, aku cuma ingin ngomong kalau besok malam keluargaku ada pesta kecil-kecilan, ya… acara tunangannya Kak Revy. Kamu bisa datang, kan?”
“Ehm… ya udah deh aku usahain!” jawab Bintang memberi harapan.
“Ya udah, aku tunggu besok ya! Bye…” kata Arla dan mengakhiri teleponnya.
Bintang bernapas panjang, dia sebenarnya tak begitu suka dengan acara pesta, tapi dia merasa tak enak dengan Arla. Dia teringat Arey lagi, dia tahu jika hati Arey sudah Ia berikan untuk orang lain, namun dia juga tak bisa menahan perasaannya pada Arey. Bukankah cinta tak bisa dipaksakan?
* * *
Dilihatnya Arey tersenyum padanya, Bintang membalas senyuman itu, dengan hati yang berdebar dia memasuki kelas yang hanya ada mereka berdua. Dipandangnya mata indah Arey sekali lagi, di sana Bintang menemukan kesejukan yang luar biasa. “Andaikan Arey tanpa kacamata itu, mata indahnya pasti akan terlihat dengan jelas” Bintang berkata dalam hatinya. Dia begitu mengagumi sosok Arey yang menurutnya hanya dia orang yang bisa mengaduk-aduk hatinya.
“Bintang…” panggil Arey tanpa ada kelanjutannya, Bintang menoleh pada Arey.
“Bint…a..aku…” Arey berkata tapi terpotong dengan adanya Arla.
“Bintang! Gimana kamu jadi ikut kan nanti malam?” tiba-tiba Arla muncul dari belakang.
“Iya jadi kok!” jawab Bintang singkat kemudian dia duduk di bangku yang hampir enam bulan ia duduki dan menjadi saksi bisu akan kekagumannya pada Arey.
“Bint.. kamu ngerasa gak sih kalau Arey punya perhatian lebih ke kamu?” tiba-tiba Arla menanyakan sesuatu yang hampir membuat bom waktu di hatinya meledak.
“Ehm…A..Arey…ya? Kayaknya dia juga baik ke siapa saja dan perhatian ke siapa saja, dia kan ketua kelas jadi wajar dong kalau dia melakukan itu!” Bintang mengatur napasnya agar tak terlihat oleh Arla.
“Enggak Bint, dia beda perhatiannya ke kamu! Yang Arey berikan ke kamu itu perhatian cinta Bint…!” Arla tetap pada pendiriannya.
“Udahlah La.. kamu jangan berlebihan. Arey udah punya pacar, aku gak mau berharap terlalu jauh ke dia!” jawab Bintang pasrah, dia tahu Arla sahabat yang baik tapi dia tidak mau Arla terbebani dengan cintanya.
“Aku tahu, dia udah punya pacar tapi aku juga tahu kamu sayang dia kan?” Arla menebak pikiran Bintang, yang tak meleset sedikitpun dari kenyataannya. Bintang hanya mengangguk pelan, hanya Arla yang dia percaya untuk mendengarkan semua rahasianya.
“Oh…Bintang!” dipeluknya Bintang dengan sangat erat, Arla tahu sahabatnya sedang jatuh cinta. “Kamu tenang aja ya! Kayaknya sih dia udah putus sama pacarnya yang dulu!” Arla menghibur Bintang.
* * *
“Ya… Arla harus segera dibawa ke dokter spesialis kanker otak, kalau tidak mau penyakitnya bertambah parah!” tak sengaja Bintang mendengar obrolan mama Arla dan kak Ady, kakak Arla yang baru pulang dari Austria.
“Jadi Arla sudah menderita kanker otak stadium akhir?!?” kata kak Ady setengah berteriak. Bintang lemas mendengar obrolan itu. Hampir saja gelas yang dipegangnya jatuh, kalau saja Arla tidak datang.
“Bintang kamu ngapain di sini? Pestanya di luar!” tanya Arla dengan bingung.
“La… aku mau ngomong ma kamu!” Bintang menggandeng tangan Arla dengan erat.
“Ada apa Bint…?” Arla masih tidak mengerti dengan maksud Bintang yang menjadi aneh.
“La kenapa sih kamu? Enggak ngomong ke aku kalau kamu punya kanker otak?” Bintang menahan tangis yang hampir menetes.
“Bin…tang! a..aku merasa…”
“Merasa apa La? Kamu takut?! Kalau aku merasa terbebani?”
“Maafin aku Bint! Aku gak tahu harus ngomong apa ke kamu!” Arla menangis, butiran-butiran lembut menetes membasahi pipinya yang terpoles dengan make-up tipis.
“Enggak ada yang perlu minta maaf, aku cuma kecewa kenapa kamu gak cerita dari dulu?” Bintang pun menangis.
“Udah Bint, gak ada yang perlu di tangisin hidup dan mati hanya urusan Tuhan!” Arla mengusap air mata yang sejak tadi bersemayam di atas pipi merahnya. Dan mengajak Bintang keluar untuk merayakan pesta tunangan.
“A…Rey!” panggil Bintang pada sosok yang diyakininya sebagai Arey, cowok yang hadir dalam setiap mimpi-mimpinya.
“Bin…tang!” cowok itu menjawab, dan benar dugaan Bintang, dia Arey.
“Kamu ngapain ke sini?” tanya Bintang pada Arey.
“Oh…aku, aku ke sini karena aku adiknya tunangannya kakaknya Arla!” jawab Arey dengan tersenyum menggoda, dan itu baru dilihat Bintang kali ini.
“Ih…kamu apaan sih!” Bintang tertawa ceria, dia ingin selalu berada dalam suasana seperti ini.
“Lihat itu Bintang! Ada banyak bintang!” Arey menunjuk langit yang terang karena bulan purnama, dan begitu banyak bintang-bintang yang tersebar di langit luas.
“Bagus banget ya! Aku selalu iri pada mereka, kenapa aku dilahirkan dengan nama yang sama, ‘Bintang’ tapi aku tak bisa seperti mereka yang selalu menerangi malam dengan sinarnya yang terang!” Bintang berkata dengan tetap memandang langit yang bertabur bintang tanpa memperhatikan Arey yang sejak tadi menatap wajah cantiknya.
“Ya…mereka selalu indah! Bahkan indah sekali! Kamu lihat kan bintang yang paling terang itu?” tanya Arey yang kemudian mengajak Bintang duduk di atas rerumputan hijau, di belakang rumah Arla.
“Ya..aku melihatnya, kamu tahu itu siapa?”
“Itu bintang Sirius dia ada di rasi Canis Major, berada di belahan langit selatan! Dia adalah bintang terterang di langit, kecerlangan semu bintangnya mencapai minus satu skala magnitudo!” jawab Arey tenang, diam-diam Bintang mengagumi pengetahuan Arey, dia tidak pernah menyangka jika Arey tahu banyak tentang bintang.
“Minus satu? Kok malah terang? Bukannya malah redup?” tanya Bintang polos.
“Magnitudo mutlak menyatakan kecerlangan Bintang, semakin kecil nilainya, semakin terang bintang yang dimaksud!” Arey membalas kepolosan Bintang hanya dengan senyuman.
“Kamu tahu banyak ya, tentang bintang?” tanya Bintang kemudian.
“Aku suka dengan bintang, menurutku dia bisa mencapai tempat tertinggi di langit tapi dia tetap bisa memberikan manfaat untuk orang yang lebih rendah tempatnya!”
“Kamu kedinginan ya?” tanya Arey pada Bintang, karena ia melihat Bintang hanya memakai gaun hitam. “Nih pakai jasku biar kamu enggak kedinginan!” Arey memakaikan jasnya di atas pundak Bintang.
“Kamu suka dengan seluruh benda di angkasa?” tanya Bintang sambil membetulkan letak jas Arey di tubuhnya.
“Ya aku suka dengan semuanya!”
“Termasuk bulan?”
“Ya termasuk juga bulan, tapi aku paling suka dengan bintang!”
“Kenapa? Bukankah bulan letaknya sama seperti bintang, malahan bulan jauh lebih terang daripada bintang!” Bintang mencoba memberi argumennya tentang bulan.
“Bulan memang jauh lebih terang dari bintang tapi bulan hanya sendiri, tak ada teman yang menemani. Bulan punya fase-fase dimana dia akan pergi menjadi bulan sabit dan datang sebagai bulan purnama!” Arey mencoba menjelaskan pada Bintang, Arey benar, bulan adalah benda paling terang setelah matahari.
“Maksud kamu, bulan tidak setia pada bintang?” Bintang bertanya pada Arey.
“Ya…bisa dibilang begitu, bintang selalu menemani bulan, sedangkan bulan ada saat-saat tertentu untuk dia pergi!”
“Bintang…ada yang mau aku omongin ke kamu!” Arey berkata dengan hati-hati.
“Udah ngomong aja!” pinta Bintang dengan menatap Arey dalam. Dia berharap kata cinta akan terluncur dari bibir Arey.
“Bint…I……”
“La…!!! Bangun La!!! “ terdengar jeritan dari dalam rumah, Bintang dan Arey segera berlari.
“Ar….la!!!!!” Bintang menjerit melihat Arla tergeletak tak sadarkan diri.
Arla terlalu capek, dia kurang istirahat dan daya tahan tubuhnya lemah, dia harus segera dibawa ke rumah sakit.
* * *
Hari ini, Bintang menjenguk Arla yang berada di Rumah Sakit Asa Jaya. Bintang sendirian tanpa Arey, dan juga teman sekelasnya. Bintang langsung saja menuju kamar no 174, dibayangkannya wajah pucat Arla, dia ingin menangis jika membayangkan Arla, sahabatnya pergi meninggalkannya sendiri.
Kali ini bayangan Arey, hampir tak terlintas di benaknya, yang dipikirkannya hanyalah Arla, Arla dan Arla! Kanker otak bukanlah penyakit biasa, ini berpeluang besar merenggang nyawa seseorang yang menderitanya.
“Udahlah Rey! Kita teruskan saja ini, kita sudah terlanjur, kasihan Bintang jika ia harus tahu ini semua, pasti dia akan sakit! Dia sudah berharap banyak pada kamu! Dia sayang kamu Rey!” terdengar suara Arla lemah, Bintang yang hampir membuka pintu kamar Arla, mengurungkan niatnya, kerena terhalang oleh percakapan dua orang yang dicintainya terlihat begitu serius. Bintang memilih tetap di luar kamar.
“Tapi…kamu akan sakit La! Sakit lahir batin!” Arey memegang erat tangan Arla. Seperti pemandangan yang di luar kebiasaan mereka berdua, Bintang tak tahu ada apa dengan mereka berdua.
“Rey, kamu tenang aja! Bukankah kita udah putus?” kalimat Arla yang membuat Bintang terkejut. Dia tidak pernah menyangka jika Arla pernah jadian dengan Arey. Antara ingin marah dan juga menangis, Bintang tertunduk lesu di luar.
“Iya tapi La…”
“Kamu juga sayang kan sama Bintang, kamu bahagia kan jika bersama Bintang?”
“Aku memang sayang sama Bintang, tapi aku tak bisa meninggalkan kamu dalam keadaan seperti ini, La!”
“Rey.. izinkan aku melihat dua orang yang aku cinta bahagia! Sebelum aku pergi untuk selamanya.”
Bintang tak kuasa menahan ini semua, diletakkannya bunga mawar putih di depan pintu kamar, dan dia pergi meninggalkan mereka berdua. Sakit hati Bintang, namun dia lebih sakit jika melihat sahabatnya terluka, dia tak ingin mengecewakan niat tulus sahabatnya yang ingin melihatnya dan Arey bahagia. Cinta sejati adalah ketika dia mencintai orang lain, kita masih mampu berkata ‘aku turut bahagia melihatmu dengannya’
* * *
“Bintang! Selamat beasiswa kamu ke Jepang bisa terealisasikan, kamu berangkat bulan depan. Semua biaya sekolah dan biaya hidup telah ditanggung oleh pemberi beasiswa!” Kata Bu Hanie, wali kelas Bintang.
“Terima kasih, Bu! Mudah-mudahan saya tidak mengecewakan sekolah ini Bu!” Bintang menyalami Bu Hanie. Hati Bintang merasa senang, sekolah ke Jepang adalah impian Bintang sejak kecil, dia ingin membantu keterpurukan negara Indonesia dengan pikirannya kelak.
Bintang keluar dari ruangan Bu Hanie, dilihatnya Arey menunggunya di luar, dia mencoba menghindar. Karena dia ingin melupakan Arey dari hatinya, dia tak mungkin merebut Arey dari Arla sahabatnya sendiri.
“Bintang!! Tunggu aku!!” panggil Arey tapi Bintang tak peduli dengan panggilan itu, dia tetap berjalan.
“Bintang!!!” kali ini Arey sudah ada di samping Bintang. “ Bintang kamu kenapa? Akhir-akhir ini kamu seakan menghindar dari aku?” tanya Arey serius.
“Rey, aku sudah tahu semuanya! Kamu pernah jadian kan sama Arla, trus Arla meminta kamu buat deketin aku! Dan ternyata aku benar-benar jatuh cinta sama kamu!” Bintang mengeluarkan isi hatinya, yang beberapa hari ini mengganjal di hatinya.
Bintang tak pernah marah pada Arla, karena ia tahu Arla ingin yang terbaik untuk Bintang. Dan tak bisa dipungkiri sampai pada saat ini Bintang masih sayang pada Arey.
“Bintang, maafkan aku! Aku melakukan ini semua untuk Arla, dia ingin melihatmu bahagia sebelum dia pergi! Dan aku tak ingin melihatnya kecewa di detik-detik terakhirnya.”
“Udah Rey, gak ada yang perlu dimaafkan, kamu gak salah. Kembalilah pada Arla Rey, aku yakin dia masih sayang kamu! Sampaikan maaf dan pesanku pada Arla karena bulan depan aku akan pergi ke Jepang, beasiswaku dikabulkan dan hari-hari ini aku harus mempersiapkan semuanya!” Bintang kemudian pergi meninggalkan Arey seorang diri, dia berpikir Arla jauh lebih pantas mendapatkan Arey.
* * *
Malam ini, malam terakhir Bintang di Indonesia, dia termenung sendiri, menatap langit malam yang penuh bintang. Arla sudah kembali pada Arey, itu membuat Bintang tenang untuk meninggalkan negeri tercinta ini. Meskipun sisa-sisa cintanya pada Arey masih ada, namun dia tetap bisa tersenyum melihat mereka berdua bahagia.
“Tataplah bintang di langit, kelak kamu akan merasa tenang!” teringat ucapan Arey saat mereka masih bersama. Bintang sekali lagi memandang bintang-bintang di langit, dia merasa mereka tersenyum, menari, menyanyi dan tertawa lepas di atas sana.
Bintang Sirius masih tetap berdiri kokoh di atas sana. Rasi Centaurus itu satu-satunya rasi yang dikenal Bintang, letaknya pada pukul empat dari letak bintang Sirius. Ya…nama-nama bintangnya selalu di ingat oleh Bintang, ada Alpha, Beta, Epsilon, Zeta, Mu, Nu, Theta, Iota, Gamma, Tau, Delta, dan Mimosa. Yang hampir semuanya menggunakan abjad Yunani.
Dikembangkannya senyum manisnya, tak sabar ia menanti hari esok yang menjadi sebuah awal dari perjalanan hidupnya. Dan juga akhir kisah cintanya dengan Arey. Tiba-tiba ia teringat Kelvin, cowok yang tadi siang menyatakan cintanya pada Bintang, ya sejak ia dan Arey tak lagi bersama, Kelvinlah yang sedikit bisa membuat tawanya hadir kembali dalam hidupnya. Bintang akan mencoba memulai lagi kisah cintanya, dia ingin bisa menerima Kelvin seperti ia menerima Arey.**